Selasa, 21 Oktober 2014



Ditulis berdasarkan kuliah Filsafat Pendidikan Matematika oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A tanggal 15 Oktober 2014
Dalam pembelajaran filsafat diperlukan komunikasi yang baik. Mahasiswa diharapkan dapat aktif dan dosen tidak banyak menjelaskan sehingga terjadi keseimbangan, bagaikan pendulum yang selalu bergerak. Dalam pembelajaran filsafat diperlukan Tanya jawab. Berikut ini merupakan pertanyaan dari mahasiswa ke dosen menegnai filsafat.
1.      Mengapa tidak ada itu ada?
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari, Pak Marsigit diundangkan tukang pijat oleh adiknya yang seorang Perwira Polwan. Pak Marsigit berencana mengajak istrinya datang ke kediaman adiknya bersama-sama sehingga undangan Yasinan yang diterima Ibu Marsigit urung dipenuhi. Namun, setelah dipikir-pikir Pak Marsigit terlalu lelah untuk datang ke kediaman adiknya sehingga batal. Ternyata dirumah banyak tugas yang harus dikerjakan Pak Marsigit seperti membaca thesis yang akan diujikan, membaca komen blog dll. Begitu juga dengan Ibu Marsigit yang juga mempunyai banyak tugas. Dari contoh tersebut bahwa ketika Pak Marsigit tidak datang pijat artinya tiada pijat, namun ada kegiatan yang lain. Tiada itu ada itu sebetulnya berbeda ruang dan waktu.
Rene Descartes bermimpi seperti kenyataan. Apa perbedaan nyata dan mimpi? Itulah asal muasal dari keberadaan diri Rene Descartes.
2.      Bagaimana cara memahami filsafat?
Yaitu dengan membaca dan memahami elegi-elegi.
3.      Apakah mungkin seseorang benar-benar mengerti dan memahami keinginan orang lain?
Jangankan orang lain, diri kita sendiri tidak akan pernah mengerti. Permasalahn filsafat hanyalah dua macam. Apabila yang dipikirkan diluar diri kita persoalannya adalah bagaimana kita memahaminya. Tapi apabila yang dipikirkan ada di dalam pikiran kita, persoalannya adalah bagaimana kita menjelaskan kepada orang lain.
4.      Apakah pengertian filsafat antara seorang filsuf dengan filsuf lain akan sama?
Tidak akan sama karena menyangkut kulitas kedua, ketiga dan keseluruhan. Yang sama yaitu kulitas pertama yaitu formalnya. Apabila substansinya sama tetapi secara implisit mengendap di dalamnya. Tapi menurut substansi ontologisnya sama yaitu apa yang ada di dalam pikiran yaitu yang ideal tokohnya yaitu Plato. Sedangkan yang diluar pikiran yaitu realis tokohnya yaitu Aris Toteles.
5.      Bagaimana hakekat menjadi guru matematika yang baik?
Pertanyaan tersebut mengacu pada karakter. Karakter itu berhenti atau bergerak? Kemarin baik namun bisa jadi sekarang tidak baik. Itu artinya yang dimaksud yaitu karakter yang stabil. Guru yang baik yaitu yang mempromosikan kebaikan. Keberadaan guru yang baik sebagai sesuatu yang ada yaitu secara normatif, mengada yaitu ada ikhtiarnya , dan pengada yaitu ada hasilnya.
6.      Apakah jawaban tes Pak Marsigit selalu tunggal?
Tidak selalu.
7.      Apa prinsip dunia?
Prinsip dunia ada dua. Yang pertama yaitu prinsip identitas karena aku sama dengan aku, x = x, 2 = 2 . Hal tersebut hanya terjadi di pikiran kita. Hanya diandaikan atau hanya terjadi di akhirat saja. Namun begitu turun kebumi maka akan menjadi senditif terhadap ruang dan waktu. Maka 2 = 2 itu salah. Karena ada dua pertama dan dua kedua yang dibedakan oleh tempat dan waktu. Begitu juga aku sama dengan aku itu salah. Karena aku pertama diucapkan terlebih dahulu dan aku kedua diucapkan belakangan. Jadi matematika itu akan benar jika hanya masih di dalam pikiran.
8.      Apakah di dunia ini yang sempurna?
Dalam kalimat “Engkau adalah ciptaan Tuhan yang sempurna” adalah bukan kalimat yang lengkap. Lengkapnya adalah “Engkau adalah ciptaan Tuhan yang sempurna di dalam ketidaksempurnaan. Andaikan engkau sempurna, engkau tidak akan mengerti hidup engkau sendiri.
9.      Apakah segala sesuatu ada filsafatnya?
Iya. Contohnya tempe. Filsafatnya tergantung dilihat dari sudut pandang apa. Apabila yang dilihat materinya maka materialisme. Apabila dilihat dari segi produk perdagangan maka kapitalisme. Apabila dipakai sebagai menu hajatan maka estetika atau sosial, dst.
10.  Bagaimana cara memahami orang lain terutama pikirannya?
Caranya yaitu dengan membaca tulisannya.

Minggu, 16 Maret 2014

Refleksi Kuliah Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Apa itu ethomatematics?

Pernahkah kalian mendengar tentang ethnomatematics? Dari segi bahasa, ethnomatematics terdiri dari dua unsur kata yaitu ethno dan mathematics. Ethno, etnik, ethnicity merujuk kepada sesuatu yang unik, tidak universal. Contohnya yaitu etnik Jawa, Sumatra, Aceh maupun Madura yang tentunya unik dan berbeda satu sama lainnya. Dapat pula dikatakan suku karena makna kata suku hampir berdekatan dengan kata etnik. Sedangkan mathematics berarti matematika itu sendiri. Berbicara mengenai suku, tentu ada yang membedakan antara suku yang satu dengan yang lainnya yaitu produk yang dihasilkan yaitu yang dinamakan dengan budaya atau kultur.
Ethnomatematics dapat dipandang sebagai studi yang meluncur ke bawah kemudian memantul lagi ke atas. Yang dimaksudkan dengan meluncur ke  bawah yaitu dimulai dengan melihat fakta-fakta yang ada di sekitar seperti candi-candi di Indonesia atau tata bahasa yang ada di Yogyakarta. Hal ini tidak dapat kita karang sendiri seperti misal diketahui suatu suku antah berantah dan sebagainya karena harus sesuai fakta yang ada untuk selanjutnya fakta-fakta tersebut dipantulkan lagi ke atas sehingga sesuai dengan teori Internasional.
Kebanyakan orang yang awam seakan-akan memandang ethnomatematics tidak ada unsur pendidikannya sama sekali. Namun, sebenarnya ethnomatematics merupakan suatu studi yang konteksnya merupakan pendidikan matematika. Mengapa demikian? Padahal tidak ada pedulinya orang matematika terhadap kultur dan budaya karena dalam matematika menggunakan permisalan saja sudah cukup. Contohnya yaitu misal kita mempunyai unsur-unsur, sebut saja alino. Unsur-unsur tersebut dihimpun kemudian ditentukan sifat-sifatnya. Misalnya kita memikirkan suatu hal yaitu rumpun daun. Kemudian kita susun definisinya, misal alino adalah unsur-unsur yang terikat sekaligus tidak terikat. Maksudnya daun itu terikat namun pohon dan akarnya tidak terikat. Atau dapat juga kita membuat definisi lainnya misal alino adalah unsur-unsur terikat merentang pada dimensinya. Artinya yaitu jika keterikatannya 0 maka daun jatuh dan jika keterikatannya 1 maka daun masih pada tempatnya. Dari konsep tersebut maka akan dibuat menjadi matematika dengan menentukan sifat-sifatnya, yaitu :
1.      Alino mempunyai sifat terikat absolut dan relatif, yaitu ketika daun jatuh maka keterikatannya absolut. Ketika daun bergoyang karena tertiup angina maka keterikatannya relatif.
2.      Alino satu ditambah alino dua adalah alino yang lain, yaitu daun satu ditambahkan dengan daun satu ditambah dengan daun dua adalah daun yang lain.
3.      Ada hubungan komutatif antara alino yang satu dengan yang lainnya, yaitu daun A ditambah dengan daun B sama dengan daun B ditambah dengan daun A.
4.      Terdapat operasi penjumlahan alino.
5.      Terdapat alino invers, yaitu ketika posisi daun dibalik.
Setelah menentukan sifat-sifat tersebut maka dapat disusun teorema. Misalnya yaitu Teorema 1 : Jika dikatakan suatu alino maka dapat dicari alino-alino yang lain dengan fungsi isomorfis.
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa matematika dapat dibuat dari konsep daun atau dengan kata lain hal-hal disekitar kita dapat dibuat menjadi matematika.

Tempat Kedudukan Etnomathematics

Contoh suatu kasus, misal di kebun banyak terdapat batu-batuan. Ada yang kecil juga ada yang besar. Ketika hanya sebagai batu berserakan maka kedudukannya kurang bermakna tapi jika batu-batu tersebut kemudian disusun menjadi sebuah rumah kelinci misalnya, maka setiap orang yang melihatnya dapat memaknai bahwa susunan batu tersebut adalah rumah kelinci sehingga kedudukannya menjadi meaningfull.
Kasus lain yaitu ketika seseorang yang gila mengatakan bahwa akan menurunkan pak lurah dari jabatannya, maka tidak akan ada orang yang percaya karena perkataannya meaningless. Lain kasusnya jika yang mengatakan demikian adalah seorang ketua DPRD. Tentulah lebih dipercayai sehingga lebih meaningfull.
Meaningfull tidak dapat bisa kita produksi sendiri, melainkan hasil dari ramuan-ramuan dari sesuatu yang besar. Seperti yang telah dijelaskan dari contoh diatas sesuatu yang besar yaitu kedudukan seorang ketua DPRD sehingga perkataannya lebih dipercaya.
Contoh sesuatu yang besar tersebut misalnya yaitu Candi Borobudur yang telah tersohor di seluruh dunia. Semua orang yang berpendidikan tahu mengenai Candi Borobudur sehingga jika dari Candi yang menaingfull tersebut dibuat sesuatu maka hasilnya pun akan meaningfull.
Contoh lagi kasus lain yaitu ketika kita mencari dosen pembimbing untuk skripsi kita tentang matematika misal kita memilih tukang parker sebagai pembimbing kita. Walaupun tukang parkir tersebut ahli dalam ethnomathematics namun tidak akan menghasilkan sesuatu yang bermakna karena miskin wadah walaupun isinya ada. Kasus lainnya yaitu ketika mengadakan suatu perkuliahan ethnomathematics di kelas, namun materi kuliahnya yaitu tentang cara menjaring ikan tuna, cara merawat rel kereta api. Maka hal tersebut tidaklah cocok. Presensi kelas ada, dosen nada, mahasiswa ada, tapi tidak sesuai konteks. Hal ini berarti wadahnya ada tapi isinya tidak bermakna. Kedua-duanya baik wadah maupun isinya merupakan hal yang penting.
Begitu pula dengan ethnomathematica, isinya ada yaitu mengenai kerangka berpikir secara internasional dan teori-teori maupun ide-idenya serta hasil pendidikannya. Namun miskin skema. Tapi karena mau tidak mau studi ini harus diberi nama maka diberilah nama ethnomathematics. Dengan tidak adanya wadah tersebut, maka menjadikan ethnomathematics bukanlah permasalahan yang mudah.

Minggu, 06 Mei 2012


It is known that the Islamic civilization in the past is an advanced civilization both in the field of culture and science. In the mathematical sciences in particular countries or Islamic empire also contribute to the development of science, especially the Persian, the Middle East, Central Asia, North Africa, Iberia, and in parts of India. They make a significant contribution to mathematics.

Here are some Muslim figure who contribute to the development of mathematics:

a.      Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi

Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi is a Persian mathematican in the 9th century. He wrote several important books on the Hindu-Arabic numerals and on methods for solving equations. His book On the Calculation with Hindu Numerals, written about 825, along with the work of Al-Kindi, were instrumental in spreading Indian mathematicsand India numerals to the West. The word algorithm is derived from the Latinization of his name, Algoritmi, and the word algebra from the title of one of his book, Al-kitab al-mukhtasar fi hisab al-gabr wa'l-muqbala (The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing). He gave an exhaustive explanation for the algebraic solution of quadratic equations with positive roots, and he was the first to teach algebra in an elementary form and for its own sake.  He also discussed the fundamental method of "reduction" and "balancing", referring to the transposition of subtracted terms to the other side of an equation, that is, the cancellation of like terms on opposite sides of the equation. This is the operation which al-Khwārizmī originally described as al-jabr. His algebra was also no longer concerned "with a series of problem to be resolved, but an exposition which starts with primitive terms in which the combination must give all possible prototypes for equations, which henceforward explicitly constitute the true object of study. He also studied an equation for its own sake and "in a generic manner, insofar as it does not simply emerge in the course of solving a problem, but is specifically called on to define an infinite class of problems.

b.      Al-Karaji

Al-Karaji made further development in algebra in his book al-fakhri. On that book he extends the methodology to incorporate integer powers and integer roots of unknown quantities. Something close to a proof by mathematical induction appears in a book written by Al-Karaji around 1000 AD, who used it to prove the binomial theorm, pascal triangle, and the sum of integral cubes. The historian of mathematics, F. Woepcke,  praised Al-Karaji for being "the first who introduced the theory of algebraic calculus"

c.       Abul Wafa

Abul wafa (10 June 940 – 15 July 998) was a Persian mathematician and astronomer who worked in Baghdad. He made important innovations in spherical trigonometry, and his work on arithmetis for businessmen contains the first instance of using negative numbers in a medieval Islamic text.
He is also credited of compiling tables of sines and tangents at 15' intervals. He also introduced the sec and cosec and studied the interrelations between the six trigonometric lines associated with an arc. His Almagest was widely read by medieval Arabic astronomers in the centuries after his death. He is known to have written several other books that have not survived.

d.      Ibn Al-Haytham

Ibn Al-Haytham was the first mathematician to derive the formula for the sum of the fourth powers, using a method that is readily generalizable for determining the general formula for the sum of any integral powers. He performed an integration in order to find the volume, and was able to generalize his result for the integrals of polynomial up to the fourth degree. He thus came close to finding a general formula for the integral of polynomials, but he was not concerned with any polynomials higher than the fourth degree.

e.      Omar Khayyam

In the late 11th century, Omar Khayam wrote Discussions of the Difficulties in Euclid, a book about what he perceived as flaws in Euclid's Elements, especially the parallel postulate. He was also the first to find the general geometric solution to cubic equations.

f.        Nasir al-Din Tusi

In the 13th century, Nasir al-Din Tusi (Nasireddin) made advances in spherical trigonometry. He also wrote influential work on Euclid's parallel postulate.

g.      Ghiyath al-Kashi

In the 15th century, Ghiyath al-Kashi computed the value of π to the 16th decimal place. Kashi also had an algorithm for calculating nth roots, which was a special case of the methods given many centuries later by Ruffini and Horner.

So many achievment of Muslim mathematicians during this period, but during the time of the Ottoman  Empire from the 15th century, the development of Islamic mathematics is stagnant.

Source : http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_mathematics

Minggu, 25 Maret 2012


Reflection of the math content through VTR
Derivative
Derivative is a measure of how a function changes as its input changes. A derivative can be thought of as how much one quantity is changing in response to changes in some other quantity.
Let f  be a real valued function. In classical geometry, the tangent line to the graph of the function f at a real number a was the unique line through the point (a, f(a)) that did not meet the graph of f transversally, meaning that the line did not pass straight through the graph. The derivative of y with respect to x at a is, geometrically, the slope of the tangent line to the graph of f at a. The slope of the tangent line is very close to the slope of the line through (a, f(a)) and a nearby point on the graph, for example (a + h, f(a + h)). These lines are called secant lines. A value of h close to zero gives a good approximation to the slope of the tangent line, and smaller values (in absolute value) of h will, in general, give better approximations. The slope m of the secant line is the difference between the y values of these points divided by the difference between the x values, that is,






For example a function is f(x)=4x2-8x+3
Find the f’(3) .So its derivative is



The song that the lyrics is arrange by myself.

Let’s sing about type of angle

There are many kinds type of angle that you all must know
Right angle is an angle with the measure of ninety degrees
Acute angle is an angle with the measure less than ninety degrees
The measure’s of straight angle is one hundred and eighty degrees
Reflection angle is an angle that has measure more than one hundred and eighty degrees
An obtuse angle is an angle with the measure is greater than ninety degrees but it less than one hundred and eighty degrees.